
Crimson Peak bukanlah film hantu “normal” ala Paranormal Activity ataupun The Conjuring. Nope, menurut sang sutradara, Guilermo Del Toro (Pan’s Labyrinth, Pacific Rim), definisi genre yang lebih tepat untuk film ini adalah gothic romance. Terdengar lebih “eksotis” bukan? Tapi, pertanyaan yang lebih mendesak adalah...is it any good?
The Quality. Dan jawaban Cosmo: a big YES. Dan Anda pun akan menikmatinya asal Anda sedikit “merendahkan” ekspektasi Anda lantaran, seperti yang telah disebut di atas, Crimson Peak bukanlah jenis film horor yang kerap menghantui sinepleks belakangan ini. Ya, memang ada hantunya tapi film ini lebih concern dengan membangun atmosfer yang supercreepy melalui rumah angker di akhir abad ke-19 dengan detail desain yang luar biasa (karya Thomas E. Sanders dan Brandt Gordon). Rumah ini diberi nama Crimson Peak lantaran saljunya berwarna merah yang merupakan dampak dari tanah liat cair yang meluap. Shivers.
The Plot. Para pembuat filmnya juga tampak lebih fokus pada empat karakter utamanya: sang heroine yang beraspirasi jadi penulis ala Jane Austen, Edith Cushing (Mia Wasikowska), kakak-beradik misterius, Thomas dan Lucille Sharp (Tom Hiddleston dan Jessica Chastain), serta Dr. Alan McMichael (Charlie Hunnam). Ceritanya sendiri cukup simpel: Edith jatuh cinta dengan Thomas, seorang bangsawan yang tengah mencari investor untuk mendanai proyek penggalian sumber clay yang terletak di tanahnya di Inggris. Walaupun sang ayah tidak setuju akan relationship mereka namun pada akhirnya Edith dan Thomas menikah dan dibawalah Edith ke Allerdale Hall, rumah yang dari luar tampak megah namun di dalamnya justru perlahan terurai lantaran sang pemilik rumah tak punya dana untuk merenovasinya. Di sinilah Edith—yang sudah terbiasa melihat hantu sejak kecil semenjak ditinggal mati oleh sang Ibu—diteror oleh sejumlah penampakan yang perlahan menguak misteri di balik Crimson Peak.
The Inspiration. Nah, bila saat Anda menonton film ini dan merasa dialog atau alur ceritanya agak jadul (sedikit spoiler: jangan mengharapkan twist yang menggegerkan di akhir cerita), well, memang itulah tujuan sang sutradara! Del Toro bermaksud membuat semacam homage kepada film-film bergenre gothic romance tempo dulu seperti Gaslight (1944) dan Whatever Happened to Baby Jane? (1962) Tentu gothic romance versi Del Toro dibuat lebih kontemporer melalui karakterisasi tokoh wanita yang lebih tangguh dan visual yang sarat CGI, terutama untuk adegan-adegan rumah angker yang mungkin akan lebih mengingatkan Anda dengan film The Haunting yang dibintangi Catherine Zeta Jones. (Walau begitu, dalam sebuah wawancara, Del Toro mengatakan ia menggunakan CGI seminimal mungkin.)
The Characters. Oh they’re so good, ladies, terutama Jessica Chastain (salah satu aktris supersibuk di Hollywood ) yang tampil sangat dingin sekaligus menakutkan, bahkan kostum yang ia kenakan bisa jadi bahan kostum baru untuk Halloween! Tak pernah ada keraguan siapa villain di film ini karena dari awal pun interaksi antara Thomas dan Lucille dalam kegelapan sudah mensinyalir intensi buruk mereka, bahkan kostum mereka—terutama Lucille—cukup menjelaskan karakter dengan pulasan hitam dan marun jadi pilihan warna utama Lucille. Kontras dengan Wasikowska yang sedikit memberikan unsur cerah ke dalam mood cerita yang suram. She’s optimistic, witty, ambitious, passionate, loving, fashionable, and, in the end, fearless—our favorite kind of heroine!
The Bottom Line: A must-see! Walaupun hanya untuk mengetahui apa sih film yang bergenre gothic romance? Percaya sama Cosmo—there’s not that many of them, ladies...
Published at www.cosmopolitan.co.id
The Quality. Dan jawaban Cosmo: a big YES. Dan Anda pun akan menikmatinya asal Anda sedikit “merendahkan” ekspektasi Anda lantaran, seperti yang telah disebut di atas, Crimson Peak bukanlah jenis film horor yang kerap menghantui sinepleks belakangan ini. Ya, memang ada hantunya tapi film ini lebih concern dengan membangun atmosfer yang supercreepy melalui rumah angker di akhir abad ke-19 dengan detail desain yang luar biasa (karya Thomas E. Sanders dan Brandt Gordon). Rumah ini diberi nama Crimson Peak lantaran saljunya berwarna merah yang merupakan dampak dari tanah liat cair yang meluap. Shivers.
The Plot. Para pembuat filmnya juga tampak lebih fokus pada empat karakter utamanya: sang heroine yang beraspirasi jadi penulis ala Jane Austen, Edith Cushing (Mia Wasikowska), kakak-beradik misterius, Thomas dan Lucille Sharp (Tom Hiddleston dan Jessica Chastain), serta Dr. Alan McMichael (Charlie Hunnam). Ceritanya sendiri cukup simpel: Edith jatuh cinta dengan Thomas, seorang bangsawan yang tengah mencari investor untuk mendanai proyek penggalian sumber clay yang terletak di tanahnya di Inggris. Walaupun sang ayah tidak setuju akan relationship mereka namun pada akhirnya Edith dan Thomas menikah dan dibawalah Edith ke Allerdale Hall, rumah yang dari luar tampak megah namun di dalamnya justru perlahan terurai lantaran sang pemilik rumah tak punya dana untuk merenovasinya. Di sinilah Edith—yang sudah terbiasa melihat hantu sejak kecil semenjak ditinggal mati oleh sang Ibu—diteror oleh sejumlah penampakan yang perlahan menguak misteri di balik Crimson Peak.
The Inspiration. Nah, bila saat Anda menonton film ini dan merasa dialog atau alur ceritanya agak jadul (sedikit spoiler: jangan mengharapkan twist yang menggegerkan di akhir cerita), well, memang itulah tujuan sang sutradara! Del Toro bermaksud membuat semacam homage kepada film-film bergenre gothic romance tempo dulu seperti Gaslight (1944) dan Whatever Happened to Baby Jane? (1962) Tentu gothic romance versi Del Toro dibuat lebih kontemporer melalui karakterisasi tokoh wanita yang lebih tangguh dan visual yang sarat CGI, terutama untuk adegan-adegan rumah angker yang mungkin akan lebih mengingatkan Anda dengan film The Haunting yang dibintangi Catherine Zeta Jones. (Walau begitu, dalam sebuah wawancara, Del Toro mengatakan ia menggunakan CGI seminimal mungkin.)
The Characters. Oh they’re so good, ladies, terutama Jessica Chastain (salah satu aktris supersibuk di Hollywood ) yang tampil sangat dingin sekaligus menakutkan, bahkan kostum yang ia kenakan bisa jadi bahan kostum baru untuk Halloween! Tak pernah ada keraguan siapa villain di film ini karena dari awal pun interaksi antara Thomas dan Lucille dalam kegelapan sudah mensinyalir intensi buruk mereka, bahkan kostum mereka—terutama Lucille—cukup menjelaskan karakter dengan pulasan hitam dan marun jadi pilihan warna utama Lucille. Kontras dengan Wasikowska yang sedikit memberikan unsur cerah ke dalam mood cerita yang suram. She’s optimistic, witty, ambitious, passionate, loving, fashionable, and, in the end, fearless—our favorite kind of heroine!
The Bottom Line: A must-see! Walaupun hanya untuk mengetahui apa sih film yang bergenre gothic romance? Percaya sama Cosmo—there’s not that many of them, ladies...
Published at www.cosmopolitan.co.id